Monday, September 2, 2013

pembantu montokk n semok
Bi Eha sudah cukup lama menjadi
pembantu di rumah Tuan Hartono. Ini
merupakan tahun ketiga ia bekerja di
sana. Bi Eha merasa kerasan karena
keluarga Tuan Hartono cukup baik
memperlakukannya bahkan
memberikan lebih dari apa yang
diharapkan oleh seorang pembantu. Bi
Eha sadar akan hal ini, terutama akan
kebaikan Tuan Hartono, yang
dianggapnya terlalu berlebihan. Namun
ia tak begitu memikirkannya. Sepanjang
hidupnya terjamin, iapun dapat
menabung kelebihannya untuk jaminan
hari tua. Perkara kelakuan Tuan Hartono
yang selalu minta dilayani jika
kebetulan istrinya tak ada di rumah, itu
adalah perkara lain. Ia tak
memperdulikannya bahkan ikut
menikmati pula.
Walaupun orang kampung, Bi Eha
tergolong wanita yang menarik. Usianya
tidak terlalu tua, sekitar 32 tahunan.
Penampilannya tidak seperti perempuan
desa. Ia pandai merawat tubuhnya
sehingga nampak masih sintal dan
menggairahkan. Bahkan Tuan Hartono
sangat tergila-gila melihat kedua
payudaranya yang montok dan kenyal.
Kulitnya agak gelap namun terawat
bersih dan halus. Soal wajah meski tidak
tergolong cantik namun memiliki daya
tarik tersendiri. Sensual! Begitu kata
Tuan hartono saat pertama kali mereka
bercinta di belakang dapur suatu ketika.
Dalam usianya yang tidak tergolong
muda ini, Bi Eha – janda yang sudah
lama ditinggal suami – masih memiliki
gairah yang tinggi karena ternyata
selain berselingkuh dengan majikannya,
ia pernah bercinta pula dengan Kang
Ujang, Satpam penjaga rumah.
Perselingkuhannya dengan Kang Ujang
berawal ketika ia lama ditinggalkan oleh
Tuan Hartono yang sedang pergi ke luar
negeri selama sebulan penuh. Selama
itu pula Bi Eha merasa kesepian, tak ada
lelaki yang mengisi kekosongannya.
Apalagi di saat itu udara malam terasa
begitu menusuk tulang. Tak tahan oleh
gairahnya yang meletup-letup, ia nekat
menggoda Satpam itu untuk diajak ke
atas ranjangnya di kamar belakang.
Malam itu, Bi Eha kembali tak bisa tidur.
Ia gelisah tak menentu. Bergulingan di
atas ranjang. Tubuhnya menggigil
saking tak tahannya menahan gelora
gairah seksnya yang menggebu-gebu.
Malam ini ia tak mungkin menantikan
kehadiran Tuan Hartono dalam
pelukannya karena istrinya ada di
rumah. Perasaannya semakin gundah
kala membayangkan saat itu Tuan
Hartono tengah menggauli istrinya. Ia
bayangkan istrinya itu pasti akan
tersengal-sengal menghadapi
gempuran Tuan Hartono yang memiliki
’senjata’ dahsyat. Bayangan batang
kontol Tuan Hartono yang besar dan
panjang itu serta keperkasaannya
semakin membuat Bi Eha n*****sa
menahan nafsu syahwatnya sendiri.
Sebenarnya terpikir untuk memanggil
Kang Ujang untuk menggantikannya
namun ia tak berani selama majikannya
ada di rumah. Kalau ketahuan hancur
sudah akibatnya nasib mereka nantinya.
Akhirnya Bi Eha hanya bisa mengeluh
sendiri di ranjang sampai tak terasa
gairahnya terbawa tidur.
Dalam mimpinya Bi Eha merasakan
gerayangan lembut ke sekujur
tubuhnya. Ia menggeliat penuh
kenikmatan atas sentuhan jemari kekar
milik Tuan Hartono. Menggerayang
melucuti kancing baju tidurnya hingga
terbuka lebar, mempertontonkan kedua
buah dadanya yang mengkal padat
berisi. Tanpa sadar Bi Eha mengigau
sambil membusungkan dadanya.
“Remas.. uugghh.. isep putingnya..
aduuhh enaknya..”
Kedua tangan Bi Eha memegang kepala
itu dan membenamkannya ke dadanya.
Tubuhnya menggeliat mengikuti jilatan
di kedua putingnya. Bi Eha terengah-
engah saking menikmati sedotan dan
remasan di kedua payudaranya, sampai-
sampai ia terbangun dari mimpinya.
Perlahan ia membuka kedua matanya
sambil merasakan mimpinya masih
terasa meski sudah terbangun. Setelah
matanya terbuka, ia baru sadar bahwa
ternyata ia tidak sedang mimpi. Ia
menengok ke bawah dan ternyata ada
seseorang tengah menggumuli bukit
kembarnya dengan penuh nafsu. Ia
mengira Tuan Hartono yang sedang
mencumbuinya. Dalam hati ia bersorak
kegirangan sekaligus heran atas
keberanian majikannya ini meski sang
istri ada di rumah. Apa tidak takut
ketahuan. Tiba-tiba ia sendiri yang
merasa ketakutan. Bagaimana kalau
istrinya datang?
Bi Eha langsung bangkit dan mendorong
tubuh yang menindihnya dan hendak
mengingatkan Tuan Hartono akan
situasi yang tidak memungkinkan ini.
Namun belum sempat ucapan keluar, ia
melihat ternyata orang itu bukan Tuan
Hartono?! Yang lebih mengejutkannya
lagi ternyata orang itu tidak lain adalah
Andre, putra tunggal majikannya yang
masih berumur 15 tahunan!?
“Den Andre?!” pekiknya sambil
menahan suaranya.
“Den ngapain di kamar Bibi?” tanyanya
lagi kebingungan melihat wajah Andre
yang merah padam.
Mungkin karena birahi bercampur malu
ketahuan kelakuan nakalnya.
“Bi.. ngghh.. anu.. ma-maafin Andre..”
katanya dengan suara memelas.
Kepalanya tertunduk tak berani
menatap wajah Bi Eha.
“Tapi.. barusan nga.. ngapain?”
tanyanya lagi karena tak pernah
menyangka anak majikannya berani
berbuat seperti itu padanya.
“Andre.. ngghh.. tadinya mau minta
tolong Bibi bikinin minuman..” katanya
menjelaskan.
“Tapi waktu liat Bibi lagi tidur sambil
menggeliat-geliat. . ngghh.. Andre nggak
tahan..” katanya kemudian.
“Oohh.. Den Andre.. itu nggak boleh.
Nanti kalau ketahuan Papa Mama
gimana?” Tanya Bi Eha.
“Andre tahu itu salah.. tapi.. ngghh..”
jawab Andre ragu-ragu.
“Tapi kenapa?” Tanya Bi Eha penasaran
“Andre pengen kayak Kang Ujang..”
jawabnya kemudian.
Kepala Bi Eha bagaikan disamber
geledek mendengar ucapan Andre.
Berarti dia tahu perbuatannya dengan
Satpam itu, kata hatinya panik. Wah
bagaimana ini?
“Kenapa Den Andre pengen itu?”
tanyanya kemudian dengan lembut.
“Andre sering ngebayangin Bibi.. juga..
ngghh.. anu..”
“Anu apa?” desak Bi Eha makin
penasaran.
“Andre suka ngintip.. Bibi lagi mandi,”
akunya sambil melirik ke arah pakaian
tidur Bi Eha yang sudah terbuka lebar.
Andre melenguh panjang menyaksikan
bukit kembar montok yang
menggantung tegak di dada
pengasuhnya itu. Bi Eha dengan refleks
merapikan bajunya untuk menutupi
dadanya yang telanjang. Kurang ajar
mata anak bau kencur ini, gerutu Bi Eha
dalam hati. Nggak jauh beda dengan
Bapaknya.
“Boleh khan Bi?” kata Andre kemudian.
“Boleh apa?” sentak Bi Eha mulai sewot.
“Boleh itu.. ngghh.. anu.. kayak tadi..”
pinta Andre tanpa rasa bersalah seraya
mendekati kembali Bi Eha.
“Den Andre jangan kurang ajar begitu
sama perempuan.., ” katanya seraya
mundur menjauhi anak itu. “Nggak
boleh!”
“Kok Kang Ujang boleh? Nanti Andre
bilangin lho..” kata Andre mengancam.
“Eh jangan! Nggak boleh bilang ke
siapa-siapa. .” kata Bi Eha panik.
“Kalau gitu boleh dong Andre?”
Kurang ajar bener anak ini, berani-
beraninya mengancam, makinya dalam
hati. Tapi bagaimana kalau ia bilang-
bilang sama orang lain. Oh Jangan.
Jangan sampai! Bi Eha berpikir keras
bagaimana caranya agar anak ini dapat
dikuasai agar tak cerita kepada yang
lain. Bi Eha lalu tersenyum kepada
Andre seraya meraih tangannya.
“Den Andre mau pegang ini?” katanya
kemudian sambil menaruh tangan Andre
ke atas buah dadanya.
“Iya.. ii-iiya..,” katanya sambil
menyeringai gembira.
Andre meremas kedua bukit kembar
milik Bi Eha dengan bebas dan sepuas-
puasnya. “Gimana Den.. enak nggak?”
Tanya Bi Eha sambil melirik wajah anak
itu.
“Tampan juga anak ini, walau masih
ingusan tapi ia tetap seorang lelaki
juga”, pikir Bi Eha.
Bukankah tadi ia merindukan kehadiran
seorang lelaki untuk memuaskan rasa
dahaga yang demikian menggelegak?
Mungkin saja anak ini tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan, tetapi dari
pada tidak sama sekali?
Setelah berpikiran seperti itu, Bi Eha
menjadi penasaran. Ingin tahu
bagaimana rasanya bercinta dengan
anak di bawah umur. Tentunya masih
polos, lugu dan perlu diajarkan.
Mengingat ini hal Bi Eha jadi terangsang.
Keinginannya untuk bercinta semakin
menggebu-gebu. Kalau saja lelaki ini
adalah Tuan Hartono, tentunya sudah ia
terkam sejak tadi dan menggumuli
batang kontolnya untuk memuaskan
nafsunya yang sudah ke ubun-ubun.
Tapi tunggu dulu. Ia masih anak-anak.
Jangan sampai ia kaget dan malah akan
membuatnya ketakutan.
Lalu ia biarkan Andre meremas-remas
buah dadanya sesuka hati. Dadanya
sengaja dibusungkan agar anak ini dapat
melihat dengan jelas keindahan buah
dadanya yang paling dibanggakan.
Andre mencoba memilin-milin putingnya
sambil melirik ke wajah Bi Eha yang
nampak meringis seperti menahan
sesuatu.
“Sakit Bi?” tanyanya.
“Nggak Den. Terus aja. Jangan berhenti.
Ya begitu.. terus sambil diremas..
uugghh..”
Andre mengikuti semua perintah Bi Eha.
Ia menikmati sekali remasannya. Begitu
kenyal, montok dan oohh asyik sekali!
Pikir Andre dalam hati. Entah kenapa
tiba-tiba ia ingin mencium buah dada itu
dan mengemot putingnya seperti ketika
ia masih bayi.
Bi Eha terperanjat akan perubahan ini
sekaligus senang karena meski sedotan
itu tidak semahir lelaki dewasa tapi
cukup membuatnya terangsang hebat.
Apalagi tangan Andre satunya lagi
sudah mulai berani mengelus-elus
pahanya dan merambat naik di balik
baju tidurnya. Perasaan Bi Eha seraya
melayang dengan cumbuan ini. Ia sudah
tak sabar menunggu gerayangan tangan
Andre di balik roknya segera sampai ke
pangkal pahanya. Tapi nampaknya tidak
sampai-sampai. Akhirnya Bi Eha
mendorong tangan itu menyusup lebih
dalam dan langsung menyentuh daerah
paling sensitive. Bi Eha memang tak
pernah memakai pakaian dalam kalau
sedang tidur. “Tidak bebas”, katanya.
Andre terperanjat begitu jemarinya
menyentuh daerah yang terasa begitu
hangat dan lembab. Hampir saja ia
menarik lagi tangannya kalau tidak
ditahan oleh Bi Eha.
“Nggak apa-apa.. pegang aja.. pelan-
pelan. . ya.. terus.. begitu.. ya..
teruusshh.. uggh Den enaak!”
Andre semangat mendengar erangan Bi
Eha yang begitu merangsang. Sambil
terus mengemot puting susunya,
jemarinya mulai berani mempermainkan
bibir kemaluan Bi Eha. Terasa hangat
dan sedikit basah. Dicoba-cobanya
menusuk celah di antara bibir itu.
Terdengar Bi Eha melenguh. Andre
meneruskan tusukannya. Cairan yang
mulai rembes di daerah itu membuat jari
Andre mudah melesak ke dalam dan
terus semakin dalam.
“Akhh.. Den masukin terusshh.. ya
begitu. Oohh Den Andre pinter!” desah Bi
Eha mulai meracau ucapannya saking
hebatnya rangsangan ke sekujur
tubuhnya.
Sambil terus menyuruh Andre berbuat
ini dan itu. Tangan Bi Eha mulai
menggerayang ke tubuh Andre.
Pertama-tama ia lucuti pakaian atasnya
kemudian melepaskan ikat
pinggangnnya dan langsung merogoh ke
balik celana dalam anak itu.
“Mmmpphh..”, desah Bi Eha begitu
merasakan batang kontol anak itu
sudah keras seperti baja.
Ia melirik ke bawah dan melihat batang
Andre mengacung tegang sekali. Boleh
juga anak ini. Meski tidak sebesar
bapaknya, tapi cukup besar untuk
ukuran anak seumurnya. Tangan Bi Eha
mengocok perlahan batang itu. Andre
melenguh keenakan.
“Oouhhgghh.. Bii.. uueeanaakkhh! ”
pekik Andre perlahan.
Bi Eha tersenyum senang melihatnya.
Anak ini semakin menggemaskan saja.
Kepolosan dan keluguannya membuat
Bi Eha semakin terangsang dan tak
tahan menghadapi emotan bibirnya di
puting susunya dan gerakan jemarinya
di dalam liang mem*knya. Rasanya ia
tak kuat menahan desakan hebat dari
dalam dirinya. Tubuhnya bergetar..
lalu.., Bi Eha merasakan semburan
hangat dari dalam dirinya berkali-kali. Ia
sudah orgasme. Heran juga. Tak seperti
biasanya ia secepat itu mencapai puncak
kenikmatan. Entah kenapa. Mungkin
karena dari tadi ia sudah terlanjur
bernafsu ditambah pengalaman baru
dengan anak di bawah umur, telah
membuatnya cepat orgasme.
Andre terperangah menyaksikan
ekspresi wajah Bi Eha yang nampak
begitu menikmatinya. Guncangan
tubuhnya membuat Andre
menghentikan gerakannya. Ia terpesona
melihatnya. Ia takut malah membuat Bi
Eha kesakitan.
“Bi? Bibi kenapa? Nggak apa-apa
khan?” tanyanya demikian polos.
“Nggak sayang.. Bibi justru sedang
menikmati perbuatan Den Andre,”
demikian kata Bi Eha seraya menciumi
wajah tampan anak itu.
Dengan penuh nafsu, bibir Andre
dikulum, dijilati sementara kedua
tangannya menggerayang ke sekujur
tubuh anak muda ini. Andre senang
melihat kegarangan Bi Eha. Ia balas
menyerang dengan meremas-remas
kedua payudara pengasuhnya ini, lalu
mempermainkan putingnya.
“Aduh Den.. enak sekali. Den Andre
pinter.. uugghh!” erang Bi Eha
kenikmatan.
Bi Eha benar-benar menyukai anak ini. Ia
ingin memberikan yang terbaik buat
majikan mudanya ini. Ingin memberikan
kenikmatan yang tak akan pernah ia
lupakan. Ia yakin Andre masih perjaka
tulen. Bi Eha semakin terangsang
membayangkan nikmatnya semburan
cairan mani perjaka. Lalu ia mendorong
tubuh Andre hingga telentang lurus di
ranjang dan mulai menciuminya dari
atas hingga bawah. Lidahnya menyapu-
nyapu di sekitar kemaluan Andre.
Melumat batang yang sudah tegak bagai
besi tiang pancang dan megulumnya
dengan penuh nafsu.
Tubuh Andre berguncang keras
merasakan nikmatnya cumbuan yang
begitu lihai. Apalagi saat lidah Bi Eha
mempermainkan biji pelernya,
kemudian melata-lata ke sekujur
batang kemaluannya. Andre merasakan
bagian bawah perutnya berkedut-kedut
akibat jilatan itu. Bahkan saking
enaknya, Andre merasa tak sanggup lagi
menahan desakan yang akan
menyembur dari ujung moncong
kemaluannya. Bi Eha rupanya
merasakan hal itu. Ia tak
menginginkannya. Dengan cepat ia
melepaskan kulumannya dan langsung
memencet pangkal batang kemaluan
Andre sehingga tidak langsung
menyembur.
“Akh Bi.. kenapa?” Tanya Andre bingung
karena barusan ia merasakan air
maninya akan muncrat tapi tiba-tiba
tidak jadi.
“Nggak apa-apa. Tenang saja, Den. Biar
tambah enak,” jawabnya seraya naik ke
atas tubuh Andre.
Dengan posisi jongkok dan kedua kaki
mengangkang, Bi Eha mengarahkan
batang kontol Andre persis ke arah liang
mem*knya. Perlahan-lahan tubuh Bi
Eha turun sambil memegang kontol
Andre yang sudah mulai masuk.
“Uugghh.. enak nggak Den?”
“Aduuhh.. Bi Eha.. sedaapphh..! ”
pekiknya.
Andre merasakan batang kontolnya
seperti disedot liang mem*k Bi Eha.
Terasa sekali kedutan-kedutannya. Ia
lalu menggerakan pantatnya naik turun.
Konotlnya bergerak ceapt keluar masuk
liang nikmat itu. Bi Eha tak mau kalah.
Pantatnya bergoyang ke kanan-kiri
mengimbangi tusukan kontol Andre.
“Auugghh Deenn..uueennaakk! ” jerit Bi
Eha seperti kesetanan.
“Terus Den, jangan berhenti. Ya tusuk
ke situ.. auughgg.. aakkhh..”
Andre mempercepat gerakannya karena
mulai merasakan air maninya akan
muncrat.
“Bi.. saya mau keluaarr..” Jeritnya.
“Iya Den.. ayo.. keluarin aja. Bibi juga
mau keluar.. ya terusshh.. oohh teruss..”
katanya tersengal-sengal.
Andre mencoba bertahan sekuat tenaga
dan terus menggenjot liang mem*k Bi
Eha dengan tusukan bertubi-tubi sampai
akhirnya kewalahan menghadapi
goyangan pinggul wanita
berpengalaman ini. Badannya sampai
terangkat ke atas dan sambil memeluk
tubuh Bi Eha erat-erat, Andre
menyemburkan cairan kentalnya
berkali-kali.
“Crot.. croott.. crott!”
“Aaakkhh..” Bi Eha juga mengalami
orgasme.
Sekujur tubuhnya bergetar hebat dalam
pelukan erat Andre.
“Ooohh.. Deenn.. hebat sekali..”
Kedua insan yang tengah lupa daratan
ini bergulingan di atas ranjang
merasakan sisa-sisa akhir dari
kenikmatan ini. Nafas mereka
tersengal-sengal. Peluh membasahi
seluruh tubuh mereka meski udara
malam di luar cukup dingin. Nampak
senyum Bi Eha mengembang di bibirnya.
Penuh dengan kepuasan. Ia melirik genit
kepada Andre.
“Gimana Den. Enak khan?”
“Iya Bi, enak sekali,” jawab Andre
seraya memeluk Bi Eha.
Tangannya mencolek nakal ke buah
dada Bi Eha yang menggelantung persis
di depan mukanya.
“Ih Aden nakal,” katanya semakin genit.
Tangan Bi Eha kembali merayap ke arah
batang kontol Andre yang sudah lemas.
Mengelus-elus perlahan hingga batang
itu mulai memperlihatkan kembali
kehidupannya.
“Bibi isep lagi ya Den?”
Andre hanya bisa mengangguk dan
kembali merasakan hangatnya mulut Bi
Eha ketika mengulum kontolnya.
Mereka kembali bercumbu tanpa
mengenal waktu dan baru berhenti
ketika terdengar kokok ayam
bersahutan. Andre meninggalkan kamar
Bi Eha dengan tubuh lunglai. Habis sudah
ten****ya karena bercinta semalaman.
Tapi nampak wajahnya berseri-seri
karena malam itu ia sudah merasakan
pengalaman yang luar biasa

No comments:

Post a Comment