Cerita Dewasa | 6 Jam Di Kota Bogor

Sampai
di Bogor saya bingung ingin kemana dulu sebab setelah sampai, ada rasa
rindu di dada untuk mengetahui lebih lama tentang perubahan kota ini.
Setelah berkeliling Kebun Raya saya merasa penat, akhirnya saya mampir
ke pusat jajan di Mal Pasar Bogor. Pikiran saya menerawang jauh ke masa
lalu, sambil berjalan saya mengamati banyak orang lalu lalang di sekitar
mal tersebut. Dalam hati mudah-mudahan ketemu teman, jadi kan enak bisa
ada yang temani. Ketika saya menuju sebuah tempat duduk di pusat jajan
saya berpapasan dengan seorang wanita, yah sekitar 25 tahun dengan
berpakaian rapi seperti karyawati umumnya. Dengan tersenyum saya
menyapa, "Hai," masalahnya wanita itu telah tersenyum duluan dengan
saya. Perlu diketahui saya memang kuper bila berhadapan dengan wanita,
saya tidak berani bicara dahulu tanpa didahului.
"Rasanya saya pernah kenal dengan.. Mas.."
Wah saya dipanggil "Mas", tapi tidak apa deh, dengan senyum lagi saya jawab,
"Dimana.."
Dengan
sedikit basa-basi akhirnya saya perkenalkan diri saya dan saya ajak
makan bersama, kebenaran saya sedang lapar, eh dia juga mau. Sambil
menikmati makanan, saya banyak diam sebab saya takut, jangan-jangan saya
dijebak oleh sesuatu yang saya tidak tahu kemudian saya diperas,
pikiran tersebut selalu menghantui saya. Tapi lama-kelamaan saya mulai
memahami situasi. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Nadia yang
bekerja di salah satu perusahaan asuransi.
Dengan
sedikit berhati-hati saya memberanikan diri untuk mengajak Nadia untuk
beristirahat, sebab dari pembicaraan antara saya dengan dia saya
simpulkan Nadia juga sedang sumpek pikirannya, dia sedang mencari luapan
emosi yang mendera di hatinya. Dengan sedikit halus Nadia menolak
ajakan saya, sebab katanya dia takut saya berbuat jahat. Wah pikirannya
sama dengan saya. Terus saya pikir lagi, mungkin wanita ini perempuan
yang tidak benar (maaf.. WTS), tidak tahunya wanita benar-benar wanita
karier, tapi belum menemukan karier yang jelas. Dari gaya bicaranya
Nadia suka dengan saya, kemudian saya melanjutkan lagi diskusi sampai
hampir sejam lebih. Dengan sedikit ragu saya ajak kembali, akhirnya
dengan senyum dia menyetujui tapi dengan syarat, katanya bahwa saya
jangan macam-macam. Wah saya jadi gemetar, tapi naluri seorang laki-laki
normal saya katakan, saya tidak akan macam-macam apabila dia tidak
mecam-macam juga.
Oke,
sepakat kami menuju sebuah tempat di daerah pinggiran kota Bogor,
tempatnya mendukung untuk sepasang yang sedang gundah gulana untuk
mengemukakan perasaan yang lebih jauh. Saya pesan sebuah ruangan
paviliun yang terdiri dari kamar mandi, kamar tidur dan ada teras di
dalam dengan nuansa alami. Yah di situlah saya melanjutkan kisah cerita
dari hati ke hati. Saya mendengarkan dengan sabar tapi sesekali saya
berikan pandangan yang luas tentang arti hidup, mamang kata teman-teman
saya, saya dapat memberikan rasa nyaman bila bicara, itu kata
teman-teman saya (khususnya yang wanita) saya sendiri tidak merasa
demikian, wah GR nih. Kurang lebih setengah jam berlalu tanpa saya duga
sambil bercerita Nadia menangis sambil merapatkan kepalanya di lengan
saya, wah saya jadi gerogi tapi saya tahan untuk terus memberikan
dorongan moril. Tapi sekali lagi sebagai laki-laki normal saya tidak
bisa menahan gejolak kelaki-lakian saya, saya usap rambutnya sambil
membelai-belai, tak lama kemudian tangisnya reda. Kami saling
berpandangan sekian detik.
Detik
selanjutnya Nadia memeluk erat tubuh saya, wah saya semakin tidak
karuan dibuatnya. Dengan bisikan halus saya mengingatkan jangan
macam-macam, terus Nadia malah mempererat pelukannya dan berkata
sepertinya kami memang sudah macam-macam, wah tantangan nih saya pikir.
Saya balas pelukannya dengan sedikit perlahan-lahan dan saya kecup
keningnya, dengan refleks Nadia mencium bibir saya, yah saya layani
dengan sedikit hati-hati, saya takut hatinya masih rapuh dan terbawa
emosi saja. Semakin lama ciuman kami semakin panas, saya mulai melakukan
aksi menjalankan kewajiban sebagai seorang Bani Adam memberikan
kenikmatan kepada seorang Bani Hawa. Dengan pasrah dibiarkannya buah
dadanya saya usap-usap terus saya remas dengan sepenuh perasaan. Sedikit
demi sedikit saya lepaskan baju kerjanya yang terdiri dari beberapa
kancing. Akhirnya terlepas sudah baju dengan tangan kanan saya letakkan
di atas meja sedang tangan kiri terus bergerilia antara "Gunung Sahari"
hingga ke "Gunung Agung".
Sementara
lidah kami terus bergelora saling melilit sesamanya. Semakin ganas saja
rupanya tanpa sedikit sabar kameja saya direnggutnya, saya maklum
gelora nafsunya semakin naik, dia lepaskan bibirnya kemudian
menjilat-jilat leher saya. Wah saya tidak tinggal diam, saya telusuri
dengan lidah di balik telinga terus merayap ke leher dengan sedikit
gigitan kecil, lalu saya kulum ujung payudaranya yang sedikit
kecoklatan, semakin mengejang payudaranya. Saya gigit-gigit kecil,
"Ahh.. hh.. Mass.. tekann teruss.." Tanpa saya sia-siakan, saya gotong
tubuh setengah bugil ke atas tempat tidur dan saya rebahkan, kemudian
saya lepas roknya, terlihatlah seonggok daging yang masih terlapisi
sehelai bahan tipis yang tembus pandang. Saya terpana sejenak dengan
pemandangan yang sangat indah yang susah dilukiskan dengan kata-kata.
Terus saya buka perlahan-lahan sambil saya jilati dari pangkal paha
sampai ujung kaki, saya buat Nadia seperti mimpi. Tanpa saya perintah
celana panjang saya dilepasnya hingga CD saya pun dilepaskan. Wah "adik"
saya itu rupanya sudah menggeliat dengan sangat elegans. Diusapnya
dengan belaian halus sambil sesekali dipijit, "Aahh.. ahh," saya
melenguh semakin nafsu. Tiba-tiba dihisapnya ujung batang kemaluan saya,
"Aahh.. ahh.. jangann!" dengan reflek saya angkat kepalanya, saya
memang belum pernah dihisap kemaluan saya oleh siapapun. Saya takut kena
penyakit, kata orang-orang pintar.
Tapi
tindakan saya malah membuat matanya semakin syahdu, liar, nafsu, campur
aduk. Ditepisnya tangan saya, dikulumnya lagi sambil bergerak maju
mundur. Pikir saya, biarin deh saya yakin dia wanita bersih. Saya
merasakan dunia ini berputar, "Nikmatt.. ahh.. ahh terus yang kencang
sedotnya.. ahh.. ahh.." tangan saya terus meremas-remas rambutnya yang
terurai bebas lepas seperti nafsu manusia bila lepas kendali. Samaikn
lama ujung kemaluan saya berdenyut-denyut menandakan saya hampir
klimaks. Saya sadar, kemudian saya minta lepaskan untuk memberi peluang
istirahat, dengan sedikit merenggangkan kedua pahanya, saya usap dengan
jari tengah bibir kemaluannya yang sudah basah dengan lendir kewanitaan.
"Ahh.." lenguhan panjang terdengar, saya teruskan dengan menjilati
hutang kemaluan di sekitar liang kemaluan. "Eehaacckk.. aahh.. aahh.."
pantatnya digerakkan semakin liar dengan kedua tangan menyanggah
tubuhnya. Sedikit saya gigit ujung klitorisnya dia bergelinjang hingga
terlepas dari jangkauan lidah saya. Saya berusaha menghampiri lagi
tapi.. "Maass.. jangan terusskan.. ahh.." sambil tangannya menggenggam
batang kemaluan saya dan ditariknya menuju liang kemaluannya yang sudah
siap untuk dimasuki benda tumpul.
Dengan
susah saya tekan, tidak berhasil akibat licinnya landasan kemaluannya
dan sempitnya lubang surganya. Tapi tanpa kehilangan kontrol akhirnya
saya berhasil masuk, "Aahh.. ahh.." Saya diamkan beberapa detik di dalam
kemudian saya gerakkan perlahan-lahan sambil meresapi kenikmatan yang
ditimbulkan oleh gesekkan antara dua kutup yang saling membutuhkan.
Sepuluh menit berlalu kami saling cengkram, saling gigit, saling goyang,
dan seterusnya akhirnya saya berinisiatif untuk di bawah agar
kenikmatan ada pada wanita. Tanpa membuang waktu Nadia menggerakkan
pantatnya turun naik sambil berputar putar mencari titik kenikmatan yang
sangat dasyat dengan beberapa gerakan tertentu. Saya merasakan Nadia
semakin nikmat bila pergerakan sedikit menekan ke arah samping kanan,
mungkin disitulah letak syaraf yang sangat sensitip bahkan super
sensitip untuk dinikmati oleh seorang wanita yang tengah dirasuki nikmat
yang luar biasa. Suara kami saling bertalu seirama dengan gerakan yang
semakin dasyat. "Aakhh.." dengan menghimpitkan kedua pahanya Nadia
melenguh dengan kencang dan kejang. Wah, sudah orgasme rupanya sang
betina. Saya semakin nafsu dibuatnya. Beberapa saat saya balikkan
tubuhnya, saya tekan dengan kemaluan saya yang menurut ukuran sedikit di
atas normal dan berurat-urat. Hal itu dikatakan oleh Nadia sebelum kami
bertempur tadi. Saya tekan dari belakang, "Aahhk.." saya pikir masuk ke
liang dubur kok sempit sekali tapi tidak tahunya benar-benar di liang
kemaluannya, yang konon katanya bila dimasukkan melalui belakang,
dinding kemaluan semakin rapat sehingga dapat menyedot benda-benda yang
ada di sekitarnya.
"Teruss..
teruss tekan.. ahkk," tangan saya tak lepas dari pentil payudaranya.
Semakin lama ujung kemaluan saya berdenyut keras, menandakan akan ada
badai dasyat. Saya hentikan tekanan kemaluan saya dalam lubang
kemaluannya. Saya balikkan lagi tubuhnya dengan sangat perlahan tapi
pasti. Saya ambil bantal untuk mengganjal pantatnya yang seksi agar
ruang gerak kemaluan saya dapat masuk ke lembah yang lebih dalam dan
dasyat lagi. Benar juga, setelah saya lepaskan "torpedo" saya, Nadia
bergelinjang sangat dasyat, "Ahhk.. ah.. akk.. Mass.. kamu kok.. hbff.."
wah tidak ada kata-kata lagi yang dapat diucapkan secara normal. Begitu
pula saya dengan sedikit sisa tenaga yang ada, saya tekan sekuat
perasaan. Beberapa detik kemudian saya sadar akan bahaya bagi Nadia.
Saya bisikan beberapa kata, "Yang.. saya.. tumpahkan.. dimaanaa.."
dengan tersenyum dan mata yang telah hilang hitamnya didekapnya saya
sangat erat sambil berucap, "Te.. terussin.. Maass.." dengan ucapan
demikian saya mempercepat gerakan tapi pasti, akhirnya..
"Aahhk.. aohh.. nnff.. ahh.."
"Crott.. crott.. crott.. crot.."
Saya
dekap tubuhnya dengan sangat erat, saking dasyatnya permainan ini
hingga saya takut kehilangan momentum yang tidak pernah saya dapati ini.
Saya
dan Nadia saling peluk. "Terima kasih.. Mass.. karena telah..
memberikan semangat lahir dan batin," sambil mengecup kening saya. Saya
hanya tersenyum penuh arti. Akhirnya saya berpisah dan hingga saat ini
saya tidak pernah bertemu lagi. Jika dipikir-pikir hal itu bagai mimpi,
tapi itu kenyataan adanya. Sering saya melamun, akankah hal itu dapat
terjadi lagi? jawabnya ada pada kenyataan alam. Oke, bagi rekan-rekan
yang ingin mengoreksi atau mengomentari atau berteman atau lebih dari
itu, saya hanya manusia biasa yang dapat menerima dengan ikhlas.
Layangkan ke e-mail saya. Hanya orang dewasalah yang akan saya balas,
terima kasih atas perhatiannya.
No comments:
Post a Comment